Oleh: Mappasessu, S.H., M.H.
(Akademisi dan Praktisi Hukum Lingkungan)
Aktivitas pertambangan tanpa izin yang diduga terjadi di wilayah Kelurahan Salokaraja, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, menjadi perhatian publik, khususnya terkait dampaknya terhadap lingkungan hidup dan hak-hak dasar warga. Dalam konteks negara hukum, aktivitas tersebut penting untuk dikaji dari sisi regulasi dan tanggung jawab negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan.
Legalitas dan Regulasi
Dalam hukum positif Indonesia, kegiatan pertambangan diatur secara tegas melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Pasal 158 UU tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin resmi dari pemerintah dikenai sanksi pidana. Selain itu, kegiatan pertambangan yang berada di wilayah sensitif, seperti daerah aliran sungai (DAS), memerlukan dokumen lingkungan yang sah, seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dimensi Hak Asasi Manusia
Konstitusi Republik Indonesia melalui Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menjamin hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karena itu, jika benar terdapat kegiatan tambang ilegal yang menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti terjadinya erosi atau pencemaran air, maka kondisi tersebut dapat berimplikasi pada pelanggaran hak konstitusional warga. Sejumlah warga dilaporkan telah mengeluhkan dampak dari aktivitas tersebut, mulai dari gangguan lahan pertanian hingga ancaman terhadap sumber air bersih.
Tanggung Jawab Negara dan Aparat
Negara memiliki kewajiban untuk melindungi warga dari ancaman terhadap hak-haknya, termasuk hak atas lingkungan hidup. Dalam konteks ini, peran pemerintah daerah dan aparat penegak hukum menjadi sangat penting. Respons dan tindakan yang cepat dari institusi terkait akan menjadi cerminan dari komitmen negara terhadap prinsip negara hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
Rekomendasi
Sebagai bagian dari masyarakat sipil yang peduli pada supremasi hukum dan kelestarian lingkungan, saya memandang perlunya beberapa langkah konkret:
1. Penegakan hukum secara profesional terhadap pihak-pihak yang diduga melanggar aturan pertambangan dan lingkungan hidup.
2. Audit lingkungan yang transparan untuk mengukur dampak kerusakan dan menyusun langkah-langkah pemulihan.
3. Evaluasi sistem perizinan pertambangan oleh pemerintah daerah agar ke depan lebih selektif dan berbasis prinsip kehati-hatian.
4. Pemberdayaan masyarakat lokal melalui edukasi hukum dan lingkungan agar memiliki kapasitas dalam mengawasi dan melaporkan potensi pelanggaran secara beretika.
Penegakan hukum dan kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan tidak hanya akan mengembalikan keadilan bagi warga yang terdampak, tetapi juga menjamin keberlanjutan hidup generasi yang akan datang. Dalam kerangka ini, media, organisasi masyarakat sipil, serta lembaga akademik memiliki peran penting sebagai mitra kritis negara.



















